Tuesday, January 31, 2012

Keindahan Bunga Gamal - Dari Meksiko Turun ke Flores






Selintas tampilannya mirip pohon bunga sakura dimana bunga-bunga berkelompok-kelompok menghiasi setiap cabang rantingnya yang selalu hampir tanpa daun. Bunga pohon gamal (Gliricidia sepium) yang berwana ungu muda ini memang sungguh memberikan magnet bagi siapapun untuk melemparkan pandangan bahkan mendekat untuk mengagumi keindahannya. Terlebih bila posisinya berjajar sepanjang kanan-kiri jalan. Paduan bunganya di biru cerahnya dan kehijauan alam Flores sungguh kontras dan membuat perjalanan keliling Flores terasa begitu istimewa.

Ya, bila Anda pernah menjelajah Flores dan cukup jeli, pohon-pohon gamal yang sedang penuh berbunga akan mudah ditemui di setiap pelosok Flores dari ujung barat hingga timur. Terutama saat musim kering, kehadiran pohon ini menjadi istimewa karena secara alami daun-daun gamal akan merontokkan dirinya dan bunga-bunga gamal akan terlihat tersebar mencolok mata.

Pohon gamal yang aslinya berasal dari Meksiko, Amerika Tengah, Hindia Barat, dan Kolombia ini hadir di Indonesia ternyata awalnya sebagai tanaman pelindung pada areal perkebunan di daerah Medan. Sebagai bagian dari gerakan penghijauan setelah lamtoro (Leucaena leucocephala), terutama untuk lahan-lahan kritis, pohon gamal hadir di Flores awalnya berfungsi untuk memberantas alang-alang yang banyak tumbuh liar dan mengganggu di banyak lahan masyarakat. Dari sejarah namanya, diperkenalkan oleh tokoh dari Flores, Frans Seda, yang saat itu menjabat sebagai Menteri Perkebunan era Soekarno (1963-1964), gamal adalah singkatan dari “ganyang mati alang-alang”. Sementara nama yang popular dalam bahasa Inggris dari gamal adalah “Nicaraguan coffee shade” dimana memang gamal banyak ditanam sebagai tanaman peneduh di perkebunan.

Selain sebagai pagar hidup, peneduh tanaman, gamal juga berfungsi sebagai tanaman perambat untuk lada dan vanili, dan juga tentunya penghambat pertumbuhan alang-alang sekaligus pengendali erosi lahan. Daunnya sangat cocok untuk pakan ternak maupun dimanfaatkan untuk pupuk hijau bersama ranting-rantingnya. Sementaranya bunganya merupakan penyedia madu bagi lebah dan dapat dimakan bila dimasak.

Wah, ternyata banyak cerita menarik yang bisa digali dari perjalanan lintas Flores melalui pohon dan bunga gamal, ya.

Referensi:
Situs Wikipedia, Manglayang Farm Online, dan Kompas Online 7 Januari 2010.

Keindahan Pantai Oa dan Rako di Kabupaten Flores Timur, NTT






Kali ini saya ingin berbagi kembali tentang informasi tempat wisata di kawasan Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur. Tepatnya di Kabupaten Flores Timur.

Lebih sering dikenal dengan perayaan Paskah tahunannya atau "Semana Santa" di kota Larantuka. Ternyata Kabupaten Flores Timur mempunyai banyak pantai indah yang sebagian besar belum tergarap dan tersentuh pembenahan maupun dikunjungi wisatawan, baik nusantara apalagi mancanegara.

Salah satunya adalah Pantai Oa di Kecamatan Wulanggitang. Pantai selatan berpasir putih halus dan luas serta berombak tenang ini bersebelah dengan Pantai Rako yang mempunyai karakter pantai yang sama. Potensi pantainya akan terlihat begitu Anda memasuki kawasan ini. Belum banyak dijamah menjadikan pantai-pantai ini begitu privat dan sangat bersih dari sampah-sampah plastik. Masyarakat lokal yang sangat ramah dan terbuka saat dikunjungi adalah salah satu aset yang siap untuk dikembangkan di sana. Kendalanya saat ini hanya akses jalan menuju ke sana dari desa terdekat. Meski kendaraan besar semacam bus kayu - demikian masyarakat lokal menyebut truk yang difungsikan sebagai angkutan orang - dapat melaluinya, karena badan jalan yang rusak berat di banyak bagian, bila musim kering, debu beterbangan mengiringi setiap kendaraan yang lewat. Bila musim hujan, jalanan menjadi liat karena berlumpur. Namun bagi para penikmat wisata petualangan, kendala tersebut rasanya tidak ada apa-apanya bila sudah sampai dan melihat keindahan kedua pantai tersebut.

Tertarik ke sana? Ditempuh dari Maumere, hanya berjarak ± 97km untuk sampai di desa Boru, ibukota Kecamatan Wulanggitang. Bila dari Larantuka, perjalanan ditempuh hanya ± 51km. Dari pasar desa Boru, ikuti saja jalur menuju ke selatan menuju desa Oa untuk mencapai Pantai Rako dan Oa. Jalan sepanjang ± 22km inilah yang sebagian besar belum diperhatikan pemerintah daerah untuk segera diperbaiki meskipun sudah cukup parah kerusakannya. Saat menelusuri jalan, perhatikan bahwa Anda harus lurus bila menjumpai pertigaan pertama (ke kiri menuju ke Gunung Lewotobi). Setelah melewati enam jembatan di sepanjang jalan ini, sampailah di pertigaan kedua dimana kita harus belok ke kiri. Berjarak ± 2km dari ujung pertigaan tadi, Pantai Rako yang pertama Anda akan jumpai. Pantai Oa, dalam bahasa lokal berarti „wanita“, berada di balik bukit karang sebelahnya. Dari sini, terlihat kemegahan gunung api Lewotobi di latar belakang. Karena ketiadaan fasilitas warung makan dan sejenisnya, membawa perbekalan yang dibutuhkan selama berwisata di sana sejak dari berangkat sangat disarankan. Namun, jangan lupa untuk selalu membawa semua sampah kita dan dibuang di tempat yang seharusnya setelah selesai berwisata ya. :-)